
Kasus Pemerkosaan Dokter Pada Pasien Di RS Bandung
Kasus Pemerkosaan Dokter Pada Pasien Di RS Bandung

Kasus Pemerkosaan Dokter Pada Pasien Di RS Bandung Unpad Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Telah Mengejutkan Publik. Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025, ketika pelaku, Priguna Anugrah Pratama (PAP), seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) jurusan anestesi, di duga memperkosa seorang perempuan berinisial FH, yang merupakan kerabat pasien. Modus pelaku adalah meminta korban menjalani pemeriksaan darah dengan alasan kebutuhan transfusi untuk ayahnya yang tengah kritis di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Pelaku membawa korban ke Gedung MCHC lantai 7 sekitar pukul 01.00 WIB. Di sana, korban di minta mengganti pakaian operasi dan kemudian di bius menggunakan obat Midazolam hingga tidak sadarkan diri. Setelah sadar beberapa jam kemudian, korban merasakan nyeri di tubuhnya dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada keluarganya. Pemeriksaan medis menemukan bukti kekerasan seksual, termasuk kondom berisi sperma di lokasi kejadian.
Kasus Pemerkosaan ini terungkap setelah viral di media sosial melalui unggahan akun Instagram @ppdsgramm pada 8 April 2025. Polisi segera bertindak dengan menangkap PAP pada 23 Maret 2025 dan menetapkannya sebagai tersangka. Barang bukti berupa obat bius dan kondom memperkuat dugaan terhadap pelaku.
Selain FH, polisi mengungkap bahwa ada dua korban lain yang di duga mengalami kekerasan seksual oleh pelaku dengan modus serupa. Pelaku kini menghadapi ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Universitas Padjadjaran telah memecat pelaku dari program PPDS, sementara Kementerian Kesehatan melarang pelaku melanjutkan pendidikan spesialis seumur hidup. RSHS juga menghentikan sementara aktivitas PPDS untuk evaluasi dan perbaikan sistem pengawasan.
Dari kasus ini memicu keprihatinan terhadap keamanan pasien di rumah sakit dan mendorong reformasi dalam prosedur pelayanan medis untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
Kasus Pemerkosaan Oleh Dokter Di RS Bandung
Kasus Pemerkosaan Oleh Dokter Di RS Bandung Pada 18 Maret 2025, sebuah kejadian tragis terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, di mana dokter residen bernama Priguna Anugrah Pratama (PAP) di duga melakukan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berinisial FH, yang merupakan anggota keluarga pasien. Kejadian ini berlangsung sekitar pukul 01.00 WIB, saat FH sedang menemani ayahnya yang di rawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Setelah itu, PAP membawa FH ke lantai 7 Gedung MCHC di rumah sakit tersebut. Di sana, ia meminta korban untuk mengganti pakaiannya menjadi baju operasi dan kemudian melakukan penyuntikan obat bius sebanyak 15 kali hingga korban kehilangan kesadaran. Setelah di suntik, PAP menyambungkan infus yang berisi cairan bius ke tubuh FH. Sekitar pukul 04.00 WIB, FH terbangun dalam keadaan bingung dan pusing, serta merasakan nyeri pada area tubuh tertentu.
Setelah kembali ke IGD, FH menceritakan kepada keluarganya bahwa ia telah d ibius dan tidak ingat apa yang terjadi selama kehilangan kesadaran. Keluarga korban merasa ada kejanggalan dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak rumah sakit. Pemeriksaan medis menunjukkan adanya bukti kekerasan seksual, termasuk temuan cairan sperma di lokasi kejadian.
Pihak rumah sakit melaporkan insiden ini kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat pada sore hari yang sama. Penyelidikan di lakukan, dan pada 23 Maret 2025, PAP di tangkap dan di tetapkan sebagai tersangka. Polisi menemukan barang bukti berupa alat kontrasepsi dan sisa obat bius di ruangan tempat kejadian.
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan institusi terkait, serta menyoroti pentingnya perlindungan pasien di rumah sakit. Universitas Padjadjaran segera memberhentikan PAP dari program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebagai respons terhadap pelanggaran berat ini. Kejadian ini menjadi sorotan publik dan mendorong reformasi dalam prosedur pelayanan medis untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
Kondisi Korban Dan Proses Pendampingan Psikologis Pasca-Kejadian
Kondisi Korban Dan Proses Pendampingan Psikologis Pasca-Kejadian Setelah mengalami pemerkosaan oleh dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, korban berinisial FH (21 tahun) kini mendapatkan pendampingan psikologis yang intensif. Keluarga korban mengungkapkan bahwa kondisi FH saat ini berada dalam pengawasan ketat, baik dari pihak keluarga maupun rumah sakit. Kakak ipar korban, Agus, menyatakan bahwa meskipun tekanan psikologis masih ada, kondisi mental FH telah menunjukkan perbaikan berkat dukungan yang di berikan.
Sejak kejadian tragis tersebut, pihak rumah sakit telah memberikan berbagai bantuan dan pendampingan psikologis untuk membantu FH pulih dari trauma. Agus menjelaskan bahwa mereka terus memantau perkembangan kondisi korban dan memastikan bahwa FH merasa aman dan di dukung secara emosional. “Alhamdulillah, korban dalam keadaan lebih baik meskipun masih dalam tahap pemantauan,” ujarnya.
Dalam proses pemulihan ini, keluarga juga berusaha menjaga agar FH tidak merasa terasing atau sendirian. Mereka berkomitmen untuk selalu ada di sampingnya dan memberikan dukungan moral yang di perlukan. Selain itu, keluarga korban juga telah melakukan pertemuan dengan pihak pelaku untuk menyampaikan permohonan maaf secara manusiawi, meskipun mereka tetap menekankan pentingnya melanjutkan proses hukum terhadap Priguna Anugrah Pratama (PAP), dokter residen yang di duga melakukan pemerkosaan.
Kondisi psikologis FH menjadi fokus utama dalam upaya pemulihannya, mengingat dampak emosional yang di timbulkan oleh kejadian tersebut. Pendampingan psikologis yang di berikan oleh rumah sakit mencakup konseling dan terapi untuk membantu korban mengatasi trauma serta membangun kembali kepercayaan diri.
Keluarga berharap agar proses hukum berjalan dengan lancar dan pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal atas tindakan kejamnya. Mereka juga mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu kekerasan seksual dan mendukung korban agar tidak merasa tertekan atau malu untuk berbicara mengenai pengalaman mereka. Dengan demikian, upaya perlindungan dan pemulihan psikologis bagi FH di harapkan dapat membantu dia menjalani kehidupan yang lebih baik setelah pengalaman traumatis tersebut.
Reaksi Warga Dan Media Sosial
Reaksi Warga Dan Media Sosial terhadap kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sangat kuat, dengan desakan untuk transparansi dan keadilan yang semakin menguat. Setelah terungkapnya insiden ini pada 8 April 2025, masyarakat mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka melalui berbagai platform media sosial, menuntut agar pihak berwenang menangani kasus ini dengan serius dan transparan.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengecam tindakan pelaku sebagai kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa di toleransi. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa dunia kedokteran seharusnya menjadi tempat untuk menyembuhkan, bukan merusak martabat manusia. Puan juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan. Serta meminta agar aparat penegak hukum memberikan sanksi maksimal kepada pelaku. Ia menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan sangat bergantung pada bagaimana kasus ini di tangani.
Reaksi serupa juga datang dari anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin, yang mengungkapkan keprihatinan atas lemahnya pengawasan terhadap perilaku medis. Ia menilai bahwa tindakan pelanggaran etika oleh dokter tersebut mencerminkan kegagalan dalam menjaga martabat pasien. Desakan untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di sektor kesehatan semakin mengemuka. Dengan harapan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Di media sosial, hashtag dan kampanye online muncul sebagai bentuk solidaritas terhadap korban. Warga meminta agar setiap laporan kekerasan seksual di lingkungan medis di tangani dengan serius dan transparan. Mereka juga menyerukan perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran untuk memastikan bahwa etika dan keselamatan pasien menjadi prioritas utama.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga memberikan tanggapan tegas dengan menyesalkan tindakan pelaku yang mencoreng nama baik profesi dokter. Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap tenaga medis dapat runtuh jika oknum seperti ini di biarkan. Reaksi warga dan media sosial menunjukkan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam terhadap tindakan kekerasan seksual dan mendesak agar keadilan di tegakkan bagi korban. Inilah beberapa penjelasan mengenai Kasus Pemerkosaan.